DEPOKTIME.COM, Depok – Kebijakan larangan kegiatan study tour di lingkungan sekolah oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi berdampak besar terhadap pelaku usaha transportasi pariwisata hingga mengalami pendapatan yang turun secara drastis.
Salah satunya dirasakan oleh Rachmat, pelaku usaha PO Bus Pariwisata Piknik Bus.
Rachmat mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut telah memangkas pendapatan hingga 50 persen hingga menyebabkan ancaman serius bagi keberlangsungan usahanya.
“Menurut saya kebijakannya kurang tepat. Bukan soal wajib atau tidak, tapi jangan sampai dilarang total. Karena bukan hanya study tour, ada juga kegiatan wisata edukasi dan field trip,” ujar Rachmat kepada awak media, Rabu, 23 Juli 2025.
Sebelum diberlakukannya larangan, Rachmat menerangkan, armada Piknik Bus aktif mengangkut rombongan, termasuk dari sekolah-sekolah hingga 25 kali dalam sebulan.
Namun kini, setelah kebijakan dikeluarkan, paling banyak hanya 15 kali, bahkan bisa serendah 7 kali per bulan.
“Kalau kita masih bisa jemput yang wilayah Jakarta gitu. Mungkin teman-teman yang berada di wilayah Bandung, Sumedang, Cianjur Sukabumi, daerah pinggiran khususnya, mereka lebih berdampak, karena mereka tidak mungkin jemput tamu di Jakarta,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rachmat menuturkan, penurunan pendapatan drastis tidak hanya menekan arus keuangan kantor, tapi juga mengancam keberlangsungan sumber daya manusia dalam perusahaan.
Rachmat menyebut rencana pengurangan 50 persen karyawan akan segera dilakukan karena biaya operasional tak lagi mampu menutupi pengeluaran rutin.
“Dengan adanya larangan ini, yang pertama tentu dampaknya akan ada pengurangan dari karyawan kita ya, dari marketing, operasional dan lain-lain pasti akan dikurangin. Kita sudah berusaha bertahan, cuma karena kebijakannya masih sama dan nggak ada perubahan, bulan ini kita akan melakukan pengurangan karyawan,” bebernya.
Sementara itu, tambah Rachmat, biaya perawatan armada dan cicilan kendaraan tetap berjalan.
Berbeda dengan masa pandemi, di mana bank atau leasing memberi relaksasi, saat ini tidak ada keringanan sama sekali.
“Nah untuk sekarang mereka tidak memberikan gitu, jadi itu sangat berdampak dengan kita yang usahanya merintis, usaha yang masih meminjam modal ke bank,” paparnya.
Rachmat berharap kebijakan larangan study tour tidak diberlakukan secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap ekosistem pelaku usaha.
“Harapan sebagai pelaku pariwisata sih kita bisa duduk bersama dengan pemangku kebijakan ya, Gubernur atau Wali Kota Depok khususnya yang mengkaji ulang dengan peraturan yang melarang gitu, jadi ada win-win solution,” harapnya.
Ia menyarankan agar kegiatan wisata edukatif tetap diizinkan dengan syarat tertentu.
“Contohnya mungkin sekolah boleh melakukan study tour tapi dengan step atau peraturan yang harus dipatuhi gitu. Dengan kendaraan yang layak, dengan perizinan yang ada dan tidak mewajibkan kepada siswa yang benar-benar tidak mampu atau dengan sistem subsidi,” terangnya.
Rachmat menegaskan bahwa komunikasi adalah kunci. Jika pemerintah mau membuka ruang diskusi, pelaku usaha siap beradaptasi dan mendukung kebijakan tanpa harus mengorbankan penghidupan ribuan pekerja di sektor pariwisata dan transportasi.
“Nah dengan komunikasi tersebut kita sebagai pelaku wisata pun bisa memahami, bagaimana solusinya gitu kan. Tidak berstatement yang memukul rata semua tidak boleh,” pungkasnya. (Udine)