DEPOKTIME.COM, DEPOK-Atas pemotongan anggaran dana pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kelurahan Depok Kecamatan Pancoranmas, Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Bhakti Sejahtera, Prayitno pasrah.
“Sesungguhnya Allah SWT mengetahui apa apa saja yang hambanya perbuat, berhati hati lah kelak kita ditunggu pertanggungan jawabnya oleh NYA,” ujar Prayitno kepada Depoktime.com saat dikonfirmasi melalui aplikasi WhatsApp, Selasa (26/01/2021).
Sebelumnya berhembus kabar yang tidak sedap dilingkungan Kelurahan Depok atas pemotongan dana anggaran pembangunan RTLH karena terjadi beberapa tahapan potongan anggaran. Sehingga dinilai sangat merugikan bagi 26 Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Seorang KPM, Heriyanto mengatakan dalam penerimaan bantuan tersebut, setiap KPM mendapatkan bantuan sebesar 25 Juta. Akan tetapi, dalam realisasi bantuan hanya diterima sebesar 15,8 Juta per KPM.
“Ini hitungannya bagaimana ya, yang saya terima tidak sesuai dengan realisasinya. Seharusnya 25 Juta kenapa jadi 15,8 Juta,” ujar Heriyanto.
Lebih detail ia katakan jumlah untuk 26 KPM sebesar 675 Juta dan dipotong pajak 12 persen. Sehingga hasilnya sebesar Rp 594.000.000. Dan diambil pajak kembali 12 persen untuk PPh serta PPn, dengan nilai akhir bantuan sebesar Rp 522.720.000 untuk 26 penerima bantuan.
“Total akhir itu, Rp 20.104.615 untuk setiap KPM. Tapi, ada potongan lagi untuk biaya konsultan sebesar 1 Juta dan administrasi untuk pihak kecamatan serta kelurahan sebanyak 1Juta,” kata Heriyanto.
Potongan biaya tak berhenti sampai tingkat kelurahan, Heriyanto tegaskan bahwa masih ada potongan lainnya yakni potongan untuk biaya tukang.
“Biaya tukang sebesar 3 Juta, jadi yang diterima oleh setiap KPM hanya 15 Juta. Tetapi ada potongan kembali dari pembelian material untuk biaya tukang sebesar 360 Ribu,” tegas Heriyanto.
Atas realisasi bantuan tersebut, dirinya mengucapkan terimakasih banyak kepada pemerintah. Akan tetapi ada hal yang sangat disesalkan bagi penerima manfaat karena banyaknya potongan dan ketidak transparan anggaran pemotongan.
“Bahkan harga satuan bahan bangunan untuk pembangunan pun tidak dicantumkan dalam struk pembelian. Hanya hasil akhir saja yang dicantumkan,” pungkas Heriyanto. (Udine/DT).