DEPOKTIME.COM, Depok – Diduga calon legislatif atas nama Abdul Khoir berupaya memperoleh suara dalam pemilihan umum pada tanggal 14 Februari 2024 dengan membagi-bagikan sejumlah uang kepada masyarakat, membuat salah seorang Tokoh Muda Kota Depok, Nurshalat angkat bicara.
“Namanya juga mantan koruptor. Segala cara pasti digunain buat dapat suara,” ujar Nurshalat kepada depoktime.com, Kamis (22/2/2024).
Tentunya, hal tersebut bukan tanpa dasar dan asal bicara, Nurshalat menjelaskan bahwa calon legislatif tersebut pernah menjadi terdakwa kasus suap Kementerian PUPR dan divonis 4 tahun penjara karena melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lebih lanjut Nurshalat katakan, tindakan bagi-bagi uang untuk mendapatkan suara dalam pemilihan umum merupakan hal yang sangat menyesatkan. Pasal 523 ayat 1 menyebutkan, “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta”.
“Sebab, politik uang adalah perbuatan curang dalam Pemilihan Umum (Pemilu) yang hakikatnya sama dengan korupsi,” kata Nurshalat.
Kemudian Pasal 523 ayat 2 mengatur terhadap setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung disanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.
“Pelaku maupun penerima politik uang bisa dijerat Undang-Undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017, dengan sanksi pidana berupa kurungan penjara selama tiga tahun,” tambah Nurshalat.
Sedangkan Pasal 523 ayat 3, lanjut Nurshalat, menyebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta”. Dan dirinya juga menguraikan bahwa politik uang sangat berbahaya karena akhirnya hanya akan melahirkan pemimpin atau wakil rakyat yang hanya peduli terhadap kelompok atau golongannya, pemimpin atau wakil rakyat yang disetir oleh segelintir pemodal dan memunculkan pemimpin atau wakil rakyat yang tidak punya kapasitas mumpuni sebagai wakil rakyat.
“Tim kampanye pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung atau tidak langsung,” papar Nurshalat.
Sejatinya, lanjut Nurshalat, praktik memberi atau menerima uang dengan tujuan untuk mempengaruhi suara dalam pemilihan umum termasuk dalam kategori suap, yang hukumnya haram secara mutlak. Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Pelanggaran dimaksud terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Tetapi perlu di ingat walaupun sudah diberikan sanksi terhadap pelanggaran tersebut tidak menghilangkan sanksi pidananya.
Dengan bukti yang ditemukan bahwa calon legislatif atas nama Abdul Khoir ini menggunakan pola pembelian suara (vote buying), yaitu distribusi pembayaran uang tunai atau barang dari kandidat kepada pemilih secara sistematis beberapa hari menjelang pemilu yang disertai dengan harapan yang implisit bahwa para penerima akan membalasnya dengan memberikan suaranya bagi si pemberi.
“Kami akan melaporkan ada dugaan pelanggaran pidana pemilu, di mana dugaan melakukan money politic, berupa pecahan uang Rp 50 ribu di dalam amplop dan diberikan spesimen bahan kampanye kartu caleg dan nomor urutnya,” pungkas Nurshalat. (Udine).