Gagal Atasi Masalah Sampah, Pemkot Depok Kena Sanksi dari Pemerintah Pusat

Sampah
Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Cipayung Kota Depok. (Foto: Akhirudin)

DEPOKTIME.COM, Depok – Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung kini berada di ambang penutupan usai dikenai sanksi administratif dari pemerintah sejak 27 Mei 2025.

Untuk itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) tengah berpacu dengan waktu.

Dalam kondisi tesebut, DLHK mengembangkan serangkaian program pengurangan sampah dari lingkungan terkecil, mulai dari bank sampah, biopori, maggot, hingga optimalisasi Unit Pengolahan Sampah (UPS).

Kepala DLHK Depok, Abdul Rahman atau yang akrab disapa Abra, menegaskan bahwa sistem operasional TPA Cipayung secara formal sudah harus ditutup.

Abra mengungkapkan bahwa kondisi TPA Cipayung bukan kasus tunggal. Setidaknya 343 kota/kabupaten di Indonesia juga menghadapi sanksi serupa, karena masih menggunakan metode open dumping.

“Ini jadi konsen Presiden. Bukan hanya Depok. Tugas kita sekarang adalah menyiapkan diri menuju sistem pengolahan yang ideal,” kata Abra kepada awak media, Kamis, 31 Juli 2025.

“Kita belum punya alternatif pengurangan sampah skala besar. Maka dari itu, program di tingkat lingkungan seperti bank sampah, maggot, dan UPS jadi fokus utama sekarang,” sambungnya.

Ia menjelaskan bahwa jenis sanksi yang dijatuhkan adalah administratif dalam bentuk penutupan aktivitas operasional TPA.

Artinya, sistem pengelolaan saat ini yang menggunakan metode open dumping sudah tidak diperbolehkan.

“Yang ditutup itu sistem operasionalnya. Kita hanya mengangkut dari warga, lalu ditumpuk,” bebernya.

Hingga kini, kata Abra, Kota Depok memiliki 26 Unit Pengolahan Sampah (UPS) yang mampu mengolah sekitar 1 ton sampah per hari.

Selain itu, teknologi maggot untuk sampah organik kini telah berhasil mengolah hingga 3 ton per hari.

Pihaknya pun menargetkan peningkatan kapasitas UPS hingga 5–10 ton per unit, agar mampu menyerap sebagian besar sampah yang selama ini dibuang ke TPA.

“Kalau kita optimalkan UPS, hasilnya bisa signifikan,” ujarnya.

Terkait pengelolaan sampah dari hulu yang dimulai dari rumah tangga dan lingkungan RT-RW, Abra menuturkan, saat ini konsep yang diusung bukan lagi kumpul, angkut, buang, tetapi kumpul, pilah, olah.

Masyarakat didorong untuk membuat biopori, eco enzyme, kompos rumah tangga, serta memilah sampah bernilai ekonomis untuk dikirim ke bank sampah.

“Masyarakat bisa olah sampah organik di rumah. Sisanya bisa kita daur ulang. Ini cara kita turunkan beban ke TPA,” pungkasnya. (Udine)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *