DEPOKTIME.COM, Depok – Program penggunaan alat insenerator yang digaungkan oleh pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok nomor urut 01 Imam Budi Hartono Ririn Farabi dianggap tidak tepat. Pasalnya penanganan sampah dengan alat tersebut dapat menimbulkan permasalahan baru yaitu persoalan kesehatan warga.
Calon Wakil Wali Kota Depok nomor urut 02, Chandra Rahmansyah mengatakan, dalam prakteknya, program penanganan sampah sesuai kaidah ilmu lingkungan, proses termokimia atau pembakaran adalah opsi terakhir yang dapat dilakukan. Biasanya cara ini ditempuh ketika sudah tidak ada lagi cara pengolahan lain guna mengatasi sampah.
“Ya seperti yang kemarin debat saya sampaikan, jangan menyelesaikan masalah bikin masalah baru. Kemarin pantas saja Paslon 01 bercerita tentang insinerator terus. Karena proses termokimia ini prinsipnya adalah pembakaran yang menghasilkan emisi gas buangan berupa gas rumah kaca, dan juga di insinerator ini ada gas yang sangat-sangat berbahaya, yaitu dioxin, silakan dicek masyarakat juga bisa cek secara ilmiah,” katanya.
Alumni Universitas Indonesia (UI) itu menyebut, paparan dioxin ini bisa menyebabkan kanker, bahkan bisa menyebabkan kematian. Jangan sampai dalam beberapa tahun ke depan, banyak masyarakat depok yg terkena Kanker. Bahkan diduga gugurnya petugas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Depok saat memadamkan api kemarin karena terpapar gas dioxin.
‘Nah ini yang saya duga mungkin menjadi penyebab kematian yang kemarin pemadam kebakaran kita, yang kemudian pemadam kebakaran tanpa dilengkapi fasilitas masker,” ujarnya.
Ditegaskan oleh Chandra, penanganan sampah di Kota Depok tidak perlu dengan insenerator. Menurutnya, masih banyak cara lain yang lebih ramah lingkungan. Diketahui berdasarkan data yg ada sampah di Kota Depok ini didominasi oleh sampah organik sebanyak 62% . Sedangkan untuk sampah plastik sekitar 21 persen.
“Nah sampah organik itu kurang efektif jika diolah dengan insinerator, tapi dengan pengolahan biologis, yang mana dia akan menghasilkan biogas dan juga menghasilkan kompos. Cara itu bisa menghasilkan uang, dan bahkan biaya serta emisinya jauh lebih rendah dibanding insinerator, termasuk dengan cara budidaya maggot,” katanya.
Chandra menegaskan, insenerator menghasilkan residu dalam bentuk abu yang berkategori limbah B3. Di negara negara maju yang menggunakan insenerator, hasil pembakaran dikontrol oleh alat pengendali polusi sehingga kontribusi emisi yang ditimbulkan sesuai dengan standar yg aman untuk manusia dan juga hasil dari proses pembakaran nya dikonversi menjadi energi listrik.
“Sementara untuk di Kota Depok dengan kondisi jenis sampah yang di dominasi oleh sampah organik dan plastik, untuk pengolahan sampah organik lebih cocok dengan metode pengolahan biologis dan untuk sampah plastik sebaiknya didaur ulang. Dimana pengolahan biologis disamping tepat untuk kota Depok juga jauh lebih efisien dari segi anggaran maupun emisi yang dihasilkan di bandingkan dengan penggunaan insenerator,” pungkasnya. (Udine)