DEPOKTIME.COM, Depok – Sejumlah aktifis pada Selasa 22 April 2025 mendatangi Polresta Depok Unit Pelayanan Perempuan dan Anak untuk mempertanyakan perkembangan kasus dugaan pencabulan kepada anak dibawah umur yang dilakukan oleh anggota DPRD Depok berinisial RK.
Mereka (aktifis) antara lain dari Jaringan Masyarakat Sipil, Depok Youth Movement, Paralegal Depok dan Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU Depok.
“Sebelumnya kami sudah bersurat ke Kapolres Depok Kombespol Abdul Waras untuk melakukan audiensi, kami berharap pertemuan hari ini juga dapat dihadiri oleh Kapolres. Namun sayangnya kemarin ketika dikontak kembali, Kapolres tidak dapat dihubungi,” ujar Rena Herdiyani dari lembaga Kalyanamitra dalam keterangan resminya, Selasa 22 April 2025.
Kalyanamitra sendiri merupakan lembaga yang berfokus pada Advokasi, Bantuan Hukum, Konseling, Pelatihan, Pendampingan dan Penelitian terkait gender.
Tak hanya Rena, hal serupa pun dipertanyakan oleh Syahar Banu selaku warga Depok dari Perempuam Pembela HAM.
“Kehadiran kami ke sini tentu saja untuk mendapat informasi terkait update kasus. Berdasarkan catatan kami, tersangka Rudi Kurniawan ini masa penahanan oleh Polres Depok akan habis di 30 April 2025. Nah, kami ingin tahu progresnya sudah sejauh mana?,” ucap Syahar Banu.
Syahar Banu menyampaikan bahwa utamanya perlindungan korban adalah hal yang harus diutamakan, namun fakta bahwa kuasa hukum pelaku kini juga menjadi kuasa hukum korban adalah bentuk pengabaian perlindungan korban itu sendiri.
”Bayangkan, korban saat ini dipaksa tinggal bersama keluarga pelaku, setiap hari HP nya diperiksa. Korban sendiri dilarang berkomunikasi dengan LPSK. Saya khawatir kalau proses ini semakin berlarut-larut, maka kondisi korban makin terabaikan,” terang Syahar.
Dikesempatan yang sama, Ketua LKK NU Depok Afifah Alia yang sejak awal memberikan perhatian pada kasus ini mengaku prihatin dengan penanganan yang lamban.
“Lambatnya penanganan, apalagi jika pelaku sampai bebas, batal demi hukum, maka ini akan menjadi pukulan keras khususnya untuk Kota Depok. Di sekitar kita banyak sekali informasi beredar tentang Kekerasan Seksual Anak, jika tersangka bebas, maka ke depan potret perlindungan anak di Kota Depok dipastikan semakin suram,” jelas Afifah.
Afifah menilai bahwa jika terjadi masalah seperti ini, maka bukan hanya menjadi masalah keluarga korban saja, namun merupakan masalah masyarakat di lingkungan tersebut.
“Ini menjadi masalah kita bersama ya, khususnya masyarakat Kota Depok,” tambahnya.
Selain itu, Afifah juga menyoroti koordinasi antara penyidik dengan Kejaksaan Negeri Depok.
“Ini kan sudah pemberkasan tahap satu, kemudian status P19. Informasi yang saya dapatkan arahan untuk pelengkapan berkas ini dicicil, tidak sekaligus oleh Kejaksaan. Kami mengharap Kejaksaan juga bisa cepat dalam memberikan penanganan, karena yang kami dengar berkas di penyidik sudah lengkap,” harapnya.
Disisi lain, Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok menegaskan bahwa proses penyidikan atas kasus tersebut masih terus berlangsung secara intensif.
Menurut Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, M. Arif Ubaidillah, saat ini penyidik Polres Metro Depok tengah melengkapi alat bukti berdasarkan koordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Langkah ini dilakukan untuk memperjelas konstruksi peristiwa pidana sesuai pasal yang disangkakan kepada RK.
“Kami telah memberikan sejumlah petunjuk terkait kekurangan formil dan materil kepada penyidik, dan meminta agar semuanya dipenuhi. Proses ini bertujuan untuk membuat terang peristiwa pidana yang terjadi. Meski ada upaya perdamaian karena perkara ini merupakan delik aduan, hal tersebut bukan berarti otomatis menghapus penuntutan,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, M. Arif Ubaidillah.
Ia menambahkan bahwa penyidik kini tengah fokus mengumpulkan keterangan dari ahli. Sejauh ini, tidak ditemukan kendala berarti dalam pemenuhan unsur formil, materil, maupun alat bukti.
“Beberapa barang bukti penting telah disita, termasuk kendaraan, kartu e-toll, alat bukti elektronik, dan bahkan handphone milik terdakwa yang sebelumnya sempat disembunyikan. Aliran keuangan RK juga telah ditelusuri,” jelasnya.
Terkait isu mutasi salah satu jaksa dalam tim peneliti perkara ini, Kejari Depok menegaskan bahwa hal tersebut tidak memengaruhi penanganan kasus. Penelitian berkas perkara merupakan kerja kolektif dan dapat didelegasikan.
“Kepala Kejaksaan Negeri memiliki kewenangan menambah jaksa peneliti bila diperlukan demi efektivitas penanganan. Dalam berkas perkara ini juga terdapat petunjuk untuk pemenuhan atau penambahan pasal, khususnya yang berkaitan dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” tuturnya.
Menanggapi kabar soal pencabutan keterangan oleh korban, Kejari Depok telah menerima pemberitahuan resmi melalui surat yang masuk. Namun, Arif menjelaskan bahwa jaksa hanya berwenang meneliti berkas perkara dan tidak dapat memeriksa korban atau saksi secara langsung kecuali penyidik menyatakan penyidikan telah optimal.
“Ini menjadi refleksi atas keterbatasan peran Jaksa dalam sistem hukum acara pidana saat ini. Idealnya, Jaksa bisa lebih dilibatkan sejak awal proses penyidikan. Ini penting sebagai bagian dari upaya revisi KUHAP, terutama dalam penguatan peran ‘dominus litis’, yaitu Jaksa sebagai pengendali perkara,” pungkasnya. (Udine).